Perekonomian Denpasar, sebagai ibu kota provinsi Bali, memiliki peran yang signifikan dalam menggerakkan ekonomi pulau ini. Perekonomian Denpasar didominasi oleh sektor pariwisata, perdagangan, dan jasa.
Baca Juga : Pijat Panggilan Denpasar
Pijat Plus Denpasar tidak kami layani
- Pariwisata: Denpasar adalah gerbang utama bagi pariwisata di Bali. Kota ini menawarkan akses yang mudah ke objek wisata populer seperti pantai-pantai yang indah, kuil-kuil, dan atraksi budaya lainnya. Hotel, restoran, toko souvenir, dan berbagai bisnis terkait pariwisata menjadi sumber pendapatan utama di Denpasar.
- Perdagangan: Denpasar memiliki sejumlah pasar tradisional yang penting, seperti Pasar Badung dan Pasar Kumbasari. Pasar-pasar ini menjadi pusat perdagangan bagi penduduk setempat dan juga tempat yang menarik bagi wisatawan. Selain itu, Denpasar juga memiliki pusat perbelanjaan modern yang menawarkan berbagai macam produk dan merek internasional.
- Jasa: Sebagai pusat pemerintahan dan administrasi di Bali, Denpasar memiliki sektor jasa yang berkembang pesat. Banyak perusahaan dan lembaga pemerintah memiliki kantor dan cabang di kota ini. Selain itu, sektor jasa lainnya seperti perbankan, asuransi, transportasi, dan konsultasi juga berkontribusi pada perekonomian Denpasar.
- Industri Kreatif: Denpasar juga menjadi tempat berkembangnya industri kreatif, seperti seni, kerajinan tangan, desain, dan fashion. Banyak seniman, desainer, dan pengusaha kreatif yang berbasis di Denpasar, menjadikannya sebagai pusat kreativitas dan inovasi di Bali.
Pijat Plus Denpasar
Pemerintah setempat dan pemangku kepentingan terus berupaya untuk mengembangkan perekonomian Denpasar dengan meningkatkan infrastruktur, promosi pariwisata, dan mendukung pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang berpotensi.
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Era Kolonial Belanda[sunting | sunting sumber]
Denpasar pada mulanya adalah sebuah taman. Taman tersebut tidak seperti taman pada umumnya, karena menjadi taman kesayangan dari Raja Badung saat itu, Kyai Jambe Ksatrya. Pada waktu itu, Kyai Jambe Ksatrya tinggal di Puri Jambe Ksatrya, yang kini menjadi Pasar Satria. Taman ini unik, karena dilengkapi dengan tempat untuk bermain adu ayam (tajen). Hobi Kyai Jambe Ksatrya adalah bermain adu ayam, oleh karena itu tidak jarang sang raja mengundang raja-raja lainnya di Bali untuk bermain adu ayam di taman tersebut.[10][11]
Sebelumnya kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Badung, sebuah Kerajaan Hindu Majapahit yang berdiri sejak abad ke-18 s.d abad ke-19, sebelum kerajaan tersebut ditundukan oleh Belanda pada tanggal 20 September 1906, dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan Perang Puputan Badung.[12]